Tes IQ yang pertama kali dikembangkan oleh psikolog asal Prancis Alfred Binet adalah alat ukur kecerdasan yang paling banyak digunakan di dunia.
Angka IQ 100 menunjukkan bahwa kecerdasan kita berada di tingkat rata-rata, dengan angka di atas 130 dianggap jenius, sementara mereka yang berada di bawah angka 70 dinilai memiliki gangguan kecerdasan.
Apa yang terjadi sekarang ini menurut Dr Tony Florio seorang psikolog klinis dan pengajar senior di Universitas New South Wales di Sydney adalah bahwa tes IQ yang ada sekarang ini hanya menguji kecerdasan di bidang tertentu saja.
“Teori saya mengatakan bukan bahwa angka tes IQ sekarang menurun, namun tes IQ tidak beradaptasi dengan bagaimana otak kita bekerja sekarang ini.” kata Florio.
Dr Florio sudah lama meneliti mengenai kegunaan tes IQ dan mengatakan yang diuji dalam tes adalah penguasaan bahasa, pengetahuan umum dan pemecahan masalah.
Namun menurutnya, tes tersebut tidak menguji mengenai motivasi, kepribadian dan kreativitas.
Dia tidak sendirian dalam mengkritik tes IQ yang ada. Dr Florio mengatakan sudah lama terjadi perdebatan mengenai apakah hanya ada satu tingkat kecerdasan saja.
Menurutnya, tes IQ yang ada tidaklah berhasil mengakomodasi bahwa “manusia memiliki begitu banyak aspek kecerdasan di dalam diri mereka.”
Dan pembuat tes IQ ini sekitar 100 tahun lalu Alfred Binet juga sudah menyadarinya ketika dia mengembangkan tes tersebut, yang pada awalnya digunakan untuk mengukur usia mental seorang anak.
Binet ketika itu sudah menekankan bahwa kecerdasan adalah sebuah konsep luas yang tidak bisa ditentukan dengan angka tertentu. Namun ketika itu dia mengembangkan tes untuk mengidentifikasi anak-anak yang mengalami kesulitan belajar.