Ketika kita mendengar suara denting jam, obrolan teman, suara TV, atau suara lainnya mungkin terasa biasa saja. Namun bagi pemilik telinga sensitif, suara tersebut sangat mengganggu. Apalagi untuk anak-anak, mereka akan merasa gelisah dan takut. Nah, gejala seperti ini disebut hiperakusis. Apa itu penyakit hiperakusis?
Gejala Hiperakusis pada Anak yang Harus Diperhatikan
Hiperakusis merupakan suatu kondisi ketika telinga terlalu peka terhadap suara. Biasanya dikarenakan cedera di kepala atau akibat suara terlalu keras, namun sering juga dikaitkan dengan penyakit meniere, tinnitus (telinga berdenging) dan sindrom Williams. Ada beberapa gejala yang harus diwaspadai, di antaranya:
Gejala Fisik
Untuk orang normal, suara perabotan di rumah seperti jam dinding, mesin cuci, dan lainnya bukanlah hal yang mengganggu. Namun tidak dengan penderita hiperakusis, mereka akan memberikan respon fisik yang berbeda. Misalnya:
- Merasa tidak nyaman dengan suara tersebut bahkan sampai merasa sakit. Si kecil akan mengeluh kesakitan di bagian telinga dan memegang telinganya terus menerus.
- Si kecil akan menjauh dari sumber suara, walaupun suaranya terdengar sangat pelan atau normal.
- Si kecil akan merasa kaget saat mendengar suara berisik untuk pertama kalinya.
Gejala Perilaku
Selain gejala fisik, Bunda juga bisa melihat gejala perilaku dari si kecil, terutama pada bayi karena mereka belum bisa menjauh dari sumber suara atau mengatakan sakit. Begitu pula dengan anak-anak yang belum bisa berkomunikasi dengan baik. Ada beberapa gejala perilaku yang harus Bunda perhatikan, antara lain:
- Tiba-tiba tantrum, menangis, dan berteriak.
- Depresi, cemas, dan ketakutan.
- Tiba-tiba bersembunyi, berlari, atau tepuk tangan.
- Menolak melakukan aktivitas tertentu, karena merasa dirinya tidak tenang di tempat tersebut.
Cara Merawat Hiperakusis pada Anak
Jika dibiarkan kondisi ini tentunya bisa mengganggu tumbuh kembang anak, Bunda. Gejala hiperakusis tidak bisa Bunda atasi sendiri, maka sebaiknya mintalah bantuan professional. Bunda bisa menggunakan terapi konseling untuk mengurangi tingkat kepekaan telinga anak. Terapi ini bisa dilakukan selama tiga bulan hingga dua tahun, tergantung kondisi si kecil.
Bunda juga bisa memberinya generator suara setiap hari. Alat ini akan memainkan suara bising hingga suara lembut, sehingga gejala hiperakusis sedikit berkurang. Orang tua juga harus memberi tahu orang sekitar tentang kondisi ini. Sehingga mereka bisa mewaspadai gejala yang muncul, terutama untuk si kecil yang sudah bersekolah.
Selain itu, hindari kebiasaan si kecil yang suka menutup telinganya dengan bantal, tangan, atau benda apapun bila gejala muncul. Menutupi telinga akan membuat sensitivitas telinga semakin meningkat, sehingga gejala hiperakusis pun tidak akan pernah sembuh.
Sebaliknya, Bunda bisa menenangkannya dan menjauhinya dari sumber suara, sehingga si kecil merasa tenang dan nyaman. Ajak si kecil mendengar suara-suara, sehingga mereka merasa terbiasa mendengarkan suara tersebut.
Image: Raising Children Network
Gunawan S.Hum