Semenjak tahun 2014 lalu, terlebih setelah menjadi khuaidim al-ilm (pelayan ilmu) di Ma'had Darul Qur’an wal Hadits Nahdlatul Wathan (MDQH NW) Pancor Lombok Timur, sejumlah pelajar dan santri bertandang ke kediaman penulis untuk meminta ijazah sanad beberapa hadits dan kitab secara ijazah khasshah. Sebagian kecil lainnya meminta ijazah ammah, sementara sebagian besar yang lain (terbanyak) tidak mengerti sama sekali tentang dunia persanadan serta pengijazahannya. Tidak mustahil bila terdapat sebagian lainnya yang justru tidak mengindahkannya ataupun memandang remeh lalu merendahkannya. Padahal, pengijazahan sanad-sanad keilmuan telah menjadi tradisi mulia secara turun-temurun dari para ulama kita sejak berabad-abad silam hingga detik ini juga. Tak terkecuali, Maulana Syekh Muhammad Zainuddin bin Abdul Majid, pendiri MDQH NW itu sendiri. Beliau seringkali mengingatkan tentang sanad keilmuan beliau yang bersambung secara pasti kepada para ulama hingga Rasulullah Saw. Bahkan tidak jarang beliau mewasiatkan tentang pentingnya berguru pada ulama-ulama bersanad, sebagaimana tertuang dalam mahakarya beliau, Wasiat Renungan Masa. Menurut beliau, sanad adalah pipa ilmu yang harus dijaga baik-baik kebersambungannya. Dalam Wasiat Renungan Masa, Maulana Syekh Muhammad Zainuddin bin Abdul Majid berpetuah: Guru agama pilih yang mursyid nyata, Yang tetap utuh sambungan pipanya. Jangan yang putus sambungan gurunya, Agar tak nyesal kemudian harinya. Selanjutnya, beliau menegaskan: Guru agama imam ke syurga, Perlu dipilih wajib dijaga. Silsilah yang putus tidak berguna, Dunia akhirat dhalalan mubina Di masa hayat beliau pun, pengijazahan sanad keilmuan telah dilakukan terhadap sejumlah murid beliau, terutama yang datang secara langsung untuk memintanya. Oleh sebab itu, penulis termotivasi untuk meluncurkan buku kecil dengan metode tanya jawab ini, untuk memperkenalkan secara gamblang tentang dunia persanadan serta pengijazahannya.