KEKERASAN SEKSUAL PADA PEREMPUAN SOLUSI INTEGRATIF DARI FORENSIK KLINIK
Belum ada penilaian
Pre-Order (dikemas dalam 10 hari)
Ongkos Kirim:
Rp9.000
Spesifikasi
Merek,Jenis Edisi
Deskripsi

Kekerasan seksual pada perempuan dan anak makin merajalela. Tren pelakunya justru mencengangkan karena sebagian besar adalah orang-orang terdekat. Yang tidak masuk akal, di antara pelakunya adalah ayah kandung dan kakak kandung korban. Bagi korban, situasinya sering kali menjadi dilema. Selain mendapat ancaman dari pelaku, ketika pelaku tertangkap dan terancam penjara, korban justru luluh hatinya dan meminta pelaku untuk tidak dipenjara karena mereka adalah kerabat dekat atau anggota keluarga yang merupakan penanggung ekonomi keluarga. Jika mereka dipenjara, keluarga ikut merana. Akibatnya kasus pun ditutup. Padahal derita yang harus ditanggungnya sangat berat. Adakalanya korban yang masih amat belia itu hamil, lalu dengan polosnya mengaborsinya karena dirundung malu dan tekanan sosial yang dahsyat. Akibatnya mereka masuk penjara karena kasus aborsinya. Padahal ada UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang menjamin mereka bahwa terhadap kasus perkosaan yang hamil ada pasal yang membolehkan korban melakukan aborsi dengan persyaratan tertentu sehingga korban tidak perlu mengalami keadaan “Sudah jatuh tertimpa tangga.” Memang pada kenyataannya ada beberapa kasus korban perkosaan yang justru dipenjara karena melakukan aborsi. Walhasil, bagi korban, ketika perkosaan terjadi, mereka benar-benar dijerumuskan pada situasi yang membuatnya amat nista: masa depan habis, trauma seumur hidup yang tak tertangani, kehidupan sosial yang nestapa. Kekerasan seksual hanyalah salah satu bentuk kekerasan yang dialami perempuan. Saat ini ada beberapa jenis kekerasan yang dialami perempuan. Di antaranya adalah bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang makin menjadi sorotan di Tanah Air. Bentuk KDRT meliputi kekerasan fisik, kekerasan seksual, kekerasan psikis, dan kekerasan ekonomi. Korbannya bisa istri, anak, atau kerabat yang tinggal di rumah tangga. Pelakunya adalah orang-orang yang tinggal di rumah tangga itu atau pihak lain yang memiliki akses sering masuk ke rumah tangga tersebut. Karena itu pelakunya bisa ayah (suami), saudara kandung, keluarga dari ayah atau ibu (seperti paman), atau lainnya. TENTANG PENULIS Komisaris Besar Polisi (KBP) Dr. dr. Sumy Hastry Purwanti, DFM, Sp.F. lahir di Jakarta, 23 Agustus 1970. Ia menjalani pendidikan dasarnya di Jakarta, dilanjutkan dengan pendidikan kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (Undip), Semarang, dan lulus pada 1997. Lulus S1, ia lalu mengikuti Sekolah Perwira Prajurit Karier (SEPA PK) Polri dan lulus tahun 1998. Saat itu pangkatnya Inspektur Polisi Dua (Ipda), kemudian naik menjadi Inspektur Polisi Satu (Iptu) pada tahun 1999, dan menjadi Ajun Komisaris Polisi (AKP) pada tahun 2020.

Chat Sekarang
Masukkan Keranjang
Beli Sekarang