Teman Tapi Sayang #2 – Perasaan Sesungguhnya

Sinopsis:

Linda dan Adit telah bersahabat sejak kecil. Mereka seperti tidak pernah terpisahkan. Meski lebih sering bertengkar seperti anak kecil, mereka sebenarnya sangat menyayangi satu sama lain. Tentu saja masih dalam batasan teman. Namun, ketika Adit menemukan tambatan hati, tanpa disangka Linda merasakan kecemburuan yang tidak pernah ia miliki sebelumnya. Linda tidak rela ‘kehilangan’ sahabatnya karena wanita lain.

Apakah Linda memang hanya takut kehilangan sahabat terbaiknya ataukah sebenarnya ia diam-diam menyimpan rasa pada Adit?

Ketinggalan baca cerita sebelumnya? Sobat Shopee bisa membacanya di sini:

Teman Tapi Sayang #1 – Linda dan Adit

***

“Pokoknya semuanya harus sudah selesai besok pagi, ya!” teriak Pak Darwo sebelum keluar dari ruangan rapat. Sementara aku dan lainnya hanya bisa menghela napas. Atasan kami, Pak Darwo, baru saja merevisi laporan akhir tahun kami yang ternyata masih terdapat beberapa kesalahan. Duh, kerjaan semakin bertambah banyak saja, sepertinya aku harus lembur malam ini, nih.

Kami pun kembali ke meja masing-masing dan tanpa menunda lagi, langsung menyelesaikan revisi laporan akhir tahun. Sudah lama aku tidak merasakan ruangan kantor yang sesunyi dan seserius ini. Maklum, biasanya kami lebih banyak mengobrol. Memang tidak baik sih, tapi tenang kami tetap bisa menyelesaikan pekerjaan kami dengan baik kok.

Image result for office at night

Setelah fokus bekerja selama berjam-jam tanpa henti, akhirnya pekerjaanku selesai juga. Aku pun melirik ke jam di pergelangan tanganku, ternyata sudah menunjukkan pukul 9 malam. Hah, pantas saja kantor sudah sepi. Hanya tinggal beberapa orang saja yang ada di ruangan. Aku pun segera membereskan barang-barang dan bergegas pulang.

Ketika berada di dalam lift, tiba-tiba terdengar bunyi keroncong dari dalam perutku. Aku baru ingat kalau aku belum makan sama sekali sejak tadi siang. Lebih baik aku makan dulu di jalan, karena pasti aku akan malas kalau sudah sampai di rumah. Aku pun mengeluarkan telepon genggam dan menghubungi Adit. Makan sendirian nggak asik banget, kalau ada Adit pasti lebih seru.

Tuuut… tuuut… tuuut

Tumben sekali Adit lama mengangkat telepon. Apa dia sudah tidur, ya? Aku pun kembali menghubungi Adit untuk kedua kalinya sambil menunggu taksi online yang sudah aku pesan datang. Setelah nada sambung kelima, akhirnya Adit mengangkat teleponku.

“Adit! Lo udah tidur, ya?”

“Nggak kok, Lin. Sorry, tadi nggak kedengeran. Kenapa?” suara Adit tenggelam dengan suara keramaian. Lagi di mana Adit malam-malam begini, ya?

“Lagi di mana lo? Temenin gue makan, yuk. Gue baru mau makan, nih. Abis lembur hari ini,” kataku sambil memasuki taksi online yang baru saja datang. Aku segera meminta bapak pengemudi untuk menuju ke daerah Blok M, Jakarta.

“Yah, gue lagi sama Megan nih, Lin. Bentar lagi gue balik, sih. Lo mau gue bawain makanan aja?”

Megan? Oh, wanita yang lagi dekat sama Adit, ya. Aku hampir lupa soal hal itu.

“Yaaah, yaudah nggak apa-apa, Dit. Gue makan sendirian aja, udah mau sampe Blok M soalnya,” setelah Adit meminta maaf untuk kedua kalinya, aku pun mematikan sambungan telepon. Sepertinya hari-hari tanpa Adit akan segera dimulai, nih. Adit pasti akan mulai sibuk dengan Megan. Apalagi kalau mereka sudah beneran jadian. Sedih juga, sih.

***

Seperti yang sudah kuduga, Adit semakin sulit untuk ditemui. Pertama, selama seminggu ini ia sedang mengerjakan proyek di kawasan BSD, Tangerang yang membuat kami tidak berangkat bersama ke kantor. Kedua, setiap aku mengajak bertemu pada malam harinya, Adit selalu menolak dan memberikan dua alasan: ia masih ada pekerjaan di BSD atau ia sedang bersama Megan.

Pada awalnya aku biasa aja dan memaklumi alasannya. Adit pasti juga sibuk dengan kerjaannya. Sama sepertiku ketika sedang mengerjakan laporan akhir tahun kemarin–yang akhirnya diterima setelah beberapa kali revisi. Namun, semakin lama aku menjadi semakin kesal setiap Adit bilang ia sedang bersama Megan.

Rasanya hampir dua hari sekali Adit bertemu dengan Megan. Padahal mereka berada di divisi yang sama. Bahkan, baru kemarin aku tahu kalau Megan juga ikut proyek di BSD. Itu artinya, mereka selalu bertemu setiap saat. Apa tidak bosan, ya?

Malam ini pun, Adit tidak bisa bertemu denganku karena lagi-lagi ia sedang bersama Megan. Aku memang tidak pernah ingin tahu apa saja yang mereka lakukan setiap bertemu. Mungkin menonton semua film yang ada di bioskop kali, atau makan di semua restoran yang ada di Jakarta. Iya, aku memang kesal.

Kenapa aku bisa sekesal ini, ya? Apa aku merasa cemburu Adit bersama dengan wanita lain? Nggak, nggak mungkin. Ngapain juga aku cemburu. Mungkin aku kesal saja karena merasa ditelantarkan. Iya, pasti begitu. Hah, sudahlah. Lebih baik aku jalan-jalan saja untuk melepas penat.

Aku pun segera menuju ke Senayan City dan langsung menuju ke toko pakaian favoritku. Mataku disambut oleh label-label berwarna merah yang bertuliskan “Sale”. Seketika itu, senyum manis langsung tersungging di bibirku. Memang sudah kodratnya wanita ketika melihat barang diskonan langsung saja senang, ya. Mumpung baru mendapat bonus, aku pun membeli beberapa helai pakaian dan sepatu.

Setelah puas melihat pakaian, aku berjalan menuju food court dan membeli es krim favoritku. Untungnya, food court di sini tidak terlalu ramai jadi tidak terasa aneh jika aku duduk di sini sendirian. Sambil menyantap es krim, aku mengitari pandangan ke sekeliling dan melihat Adit sedang duduk sendirian di salah satu meja.

Kitchen Loft is a new dining concept from NTUC Foodfare, a food court set in a modern designed space offering contemporary cuisine and an evening bar. Manic was asked to create a comprehensive range of graphics and visuals for the new brand, including identity design, food styling and photography, environmental graphics (like a 19m long... Read more » cafeteria food hall

Wah, Adit di sini? Kenapa nggak bilang-bilang, pikirku. Sebelum aku sempat berdiri untuk menghampiri Adit, tiba-tiba ada seorang wanita yang datang membawa nampan makanan dan duduk di depan Adit. Niatku pun langsung terhenti dan aku kembali duduk diam sambil mengamati mereka dari jauh.

Itu pasti Megan. Hmm, dia cantik dan kelihatannya juga ramah. Adit terlihat begitu nyaman bersama Megan. Mereka terus mengobrol sambil menyantap makanannya. Adit pun tak berhenti menatap Megan. Satu hal yang tidak akan pernah ia lakukan padaku ketika kami sedang makan. Kalau bersamaku, Adit pasti akan fokus dengan makanannya dan tidak menatapku sama sekali. Aku jadi semakin kesal saja.

Namun aku sama sekali tidak ingin beranjak dari tempat duduk. Memang menyedihkan sekali menatap orang ‘pacaran’ dari jauh. Lalu tiba-tiba aku bisa melihat Megan memegang tangan Adit. Awalnya, Adit terlihat kaget namun kemudian ia membalas pegangan tangan Megan dan mereka pun tersenyum malu. Ih, seperti anak SMA saja, pikirku kesal. Kemudian mereka pun beranjak dan berjalan sambil berpegangan tangan.

Aku pun melakukan hal yang sama. Bukan, aku bukan mengikuti mereka. Memang es krim yang kumakan sudah habis saja dan aku berniat untuk pulang ke rumah. Jadi, aku tidak berniat mengikuti mereka. Pernyataan ini terus kukatakan berulang-ulang dalam pikiranku. Seolah-olah ingin meyakinkan diri sendiri.

Adit dan Megan terus berjalan menuju tempat parkir di basement, sama seperti tempat mobilku berada. Ternyata mereka menggunakan mobil masing-masing. Mobil mereka pun saling bersebelahan. Sedangkan mobilku, berada di dua baris di belakang mereka. Namun, aku masih bisa melihat mereka dengan jelas.

Related image

Tak mau ketahuan oleh Adit, aku pun segera masuk ke dalam mobil dan menunggu mereka pergi. Aku tak mau Adit melihat mobilku karena pasti ia akan mengenalinya. Mereka masih saja mengobrol di depan mobil sambil tetap berpegangan tangan. Ya ampun, cepetan dong!

Tiba-tiba Megan maju selangkah, berjinjit, mengangkat kedua tangannya, dan melingkarkannya di leher Adit. Megan memeluk Adit dan Adit pun membalas pelukannya.

Jantungku pun langsung berdebar setelah melihat itu. Ada perasaan sedih, tidak rela, dan marah yang aku rasakan. Ya ampun, Lindaaa, lo kenapa, sih?! Pikirku sambil menutup mukaku dengan kedua tangan. Tak berapa lama, Megan dan Adit terlihat pergi dengan mobil masing-masing. Sementara aku masih duduk terdiam memandang kosong ke depan.

Aku tahu perasaan ini. Perasaan ini bukanlah semata-mata kesal karena sahabatku direbut. Namun, ini adalah rasa cemburu. Aku cemburu Adit bersama dengan wanita lain. Tidak, sebagai sahabat seharusnya aku tidak merasakan ini. Hal ini membuatku menyadari kalau aku menyukai Adit, bukan hanya sebagai teman, tapi aku menyukai Adit sepenuh hati.

***

To be continued…

Baca cerita selanjutnya, Teman Tapi Sayang #3 – Pengakuan Linda

Image: Pinterest, Gumtree, Thought Catalog

AM

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *