Sinopsis:
Pandora adalah cerita cinta antara dua anak muda yang sangat berbeda. Rama–lelaki tampan pujaan semua gadis di kampusnya, dan Intan–satu-satunya gadis berpenampilan sederhana yang tidak tertarik pada Rama. Diburu rasa penasaran, Rama melakukan segala cara untuk membuat Intan luluh kepadanya.
Satu yang tak pernah Rama sangka, bahwa ia sendirilah yang akan benar-benar jatuh hati kepada Intan. Layaknya Pandora–perempuan pertama yang diciptakan–Intan adalah gadis pertama yang diciptakan yang berhasil merebut hatinya.
Namun, apakah Intan akan membawa kebahagiaan atau justru kehancuran bagi Rama?
Baca episode pertama dari kisah Rama dan Intan di sini
***
Sudah seminggu berlalu sejak kali pertama gue kenalan sama Intan. Dan nggak tahu kenapa, gue selalu memerhatikan dia setiap di kelas. Padahal dari segi penampilan, bisa dibilang Intan bukanlah cewek yang terlalu spesial. Pakaiannya tidak se-fashionable cewek-cewek lain. Rambutnya tidak se-indah dan berkilau seperti cewek lain. Wajahnya, well, dia sebenarnya cukup menarik. Ada lesung pipi di kedua pipinya yang membuatnya semakin manis ketika tersenyum. Harusnya, cewek biasa seperti Intan bakal langsung luluh ketika berhasil mendapat perhatian gue.
Dan satu hal lagi yang membuat gue bingung, kenapa gue sangat peduli dengan keberadaan dia? Apa karena fakta kalau dia terlihat sangat tidak nyaman berada di sekitar gue? Atau karena ego gue sendiri yang nggak terima ada cewek sekelas Intan yang nggak menyukai gue? Padahal kalau mau dapetin seorang cewek, gue bisa tinggal pilih satu dari puluhan cewek yang jelas-jelas menyukai dan mengejar gue.
Apapun itu, yang jelas gue ingin membuat Intan at least nggak secuek sekarang ke gue. Selama seminggu ini, sudah beragam cara gue lakukan untuk mendekatkan diri ke Intan setiap ada kesempatan.
Seperti satu saat di mana Intan sedang duduk sendirian di taman kampus, tanpa ragu gue langsung duduk di sebelahnya dan mencoba membuka pembicaraan. Namun, Intan hanya menjawab seperlunya dan tetap bersikap cuek ke gue.
Dan saat lainnya ketika Intan sedang mengobrol dengan teman-temannya di kelas, ketika cewek lainnya sangat antusias dengan kedatangan gue, Intan hanya tersenyum sedikit dan bergegas pergi tak lama setelah itu.
Aksi Intan ini membuat gue semakin penasaran sama dia. Naluri lelaki gue yang sangat menyukai tantangan pun bangkit. Intan membuat gue bertingkah seperti cewek-cewek yang mengejar gue selama ini.
***
Akhirnya kegiatan kampus hari ini selesai juga. Nothing special today, as usual. Gue berjalan menuju parkiran mobil dan bergegas pulang. Lagu All I Want dari Kodaline menemani perjalanan gue. Iya, dari luar gue memang terlihat sangat manly dan macho namun sebenarnya gue cowok yang cukup sensitif dan gampang baper.
Setelah berbelok di perempatan menuju rumah, gue melihat sosok cewek yang tidak asing lagi. Intan sedang berjalan sendirian. Melihat Intan, gue langsung menurunkan kecepatan mobil gue dan berjalan sejajar dengannya sambil menurunkan kaca pintu mobil di sebelah kiri gue.
“Ntan! Lagi jalan pulang?” tanya gue yang terdengar terlalu bersemangat. Bahkan gue nggak sadar kalau gue sesenang itu ketemu Intan.
“Eh, iya, nih. Lo juga?” jawab Intan yang sebelumnya terlihat takut melihat gue. Mungkin dikiranya gue penjahat yang mau nyulik dia di siang bolong kali, ya.
“Rumah lo di sekitar sini juga? Bareng gue aja, yuk.” Gue mengajak Intan naik mobil gue meski gue yakin dia nggak bakal mau.
“Eh emang nggak apa-apa?” jawab Intan ragu seperti yang gue duga. “Iya, nggak apa-apa. Gue nggak bakal aneh-aneh kok, gila kali.” jawab gue sambil tertawa kecil mencoba meyakinkan Intan kalau gue emang nggak ada niat buruk apapun. Gue cuma mau ngobrol dan kenal dia lebih jauh.
Dan di luar dugaan, Intan berjalan mendekat lalu membuka pintu mobil. Kemudian tanpa ragu ia duduk di kursi penumpang dan memasang seat belt.
Gue yang jelas-jelas sangat kaget, cuma bisa menatap bengong ke arah Intan. “Ayok, kok bengong?” Intan menatap gue heran sebelum kemudian melambaikan tangannya di depan muka gue. Mencoba menyadarkan gue yang masih saja diam seperti orang bodoh.
Tunggu dulu, ini Intan? Cewek yang seminggu kemarin paling susah untuk gue deketin dan ngajak ngobrol. Sekarang dia malah tanpa ragu duduk berdua di dalam mobil gue.
“Eh… oke, gue cuma kaget lo tiba-tiba begini.” jawab gue sambil menginjak pedal gas dan menjalankan mobil.
“Begini gimana?”
“Yaa… lo dari kemaren cuek banget gitu sama gue. Sampai gue mikir apa gue pernah melakukan kesalahan ke lo. Emang lo nggak nyadar?” jawab gue sambil memperhatikan jalan di depan.
“Oh… iya, ya? Sorry, kalau gitu.” kemudian Intan tersenyum hingga membuat kedua lesung pipinya terlihat jelas.
Deg… deg… deg
Shit. She actually smiled so beautifully, and i saw that.
Kita kemudian diam dan fokus melihat jalan di depan. Intan terlihat lebih nyaman dibanding seminggu kemarin ketika gue berusaha mendekati dia. Sedangkan gue malah jadi lebih grogi dari sebelumnya. Senyuman singkat tadi bikin jantung gue berdebar. Gue nggak nyangka gue bakal bisa se-cheesy ini, berdebar-debar karena senyuman seorang cewek. Senyuman doang, man!
“Berhenti di sini aja, Ram. Gue turun di sini.” suara Intan menyadarkan gue dari lamunan dan getaran di jantung gue ini. Yang sayangnya nggak bisa gue kontrol lagi.
Gue menghentikan mobil di tempat yang Intan mau. Intan membuka pintu mobil dan melangkah ke luar. Sebelum ia menutup pintu mobil, Intan membungkukkan badannya hingga kepalanya sejajar dengan pintu mobil.
“Thanks atas tumpangannya, Ram.” kata Intan sambil tersenyum lagi. Kali ini lebih lebar dan manis dibanding sebelumnya.
Melihat itu, gue hanya bisa nyengir dan tersenyum seperti orang bodoh sambil melambaikan tangan ke Intan. “Santai aja, Ntan. Kalau butuh tumpangan lagi kabarin aja. Anytime, Ntan.” Iya, gue sangat bersungguh-sungguh saat mengatakan itu.
Intan menutup pintu sambil tersenyum kecil, kemudian berjalan menjauh dari mobil gue. Senyuman gue masih nggak memudar sejak meninggalkan tempat gue menurunkan Intan tadi. Gila, kenapa gue jadi begini, sih?
***
To be continued
Baca episode 3, PANDORA : Empat Mata di SINI
Image: unsplash
AM
Fun Read