Sinopsis:
Linda dan Adit telah bersahabat sejak kecil. Mereka seperti tidak pernah terpisahkan. Meski lebih sering bertengkar seperti anak kecil, mereka sebenarnya sangat menyayangi satu sama lain. Tentu saja masih dalam batasan teman. Namun, ketika Adit menemukan tambatan hati, tanpa disangka Linda merasakan kecemburuan yang tidak pernah ia miliki sebelumnya. Linda tidak rela ‘kehilangan’ sahabatnya karena wanita lain.
Apakah Linda memang hanya takut kehilangan sahabat terbaiknya ataukah sebenarnya ia diam-diam menyimpan rasa pada Adit?
Ketinggalan baca cerita sebelumnya? Sobat Shopee bisa membacanya di sini:
Teman Tapi Sayang #1 – Linda dan Adit
Teman Tapi Sayang #2 – Perasaan Sesungguhnya
Teman Tapi Sayang #3 – Pengakuan Linda
***
“Lho, kenapa lo jadi marah-marah? Kayak cemburu aja lo,” kata Adit yang ikut terpancing emosi. “Emang, gue cemburu, gue nggak suka!” teriakku sambil memejamkan mata.
Dan tiba-tiba hening.
Oh my god! Linda, kamu stupid banget! Kenapa aku bisa mengatakan hal itu. Aku hanya bisa menutup mulut dengan kedua tangan sambil melotot memandang Adit. Sementara Adit terlihat sama kagetnya denganku, namun aku bisa melihatnya menyeringai kecil, seperti terhibur dengan perkataanku barusan.
“Hahaha, lo cemburu? Yaelah, ngapain juga sih, Lin. Lo ‘kan masih jadi sahabat gue,” kata Adit sambil tertawa kecil.
Mendengar kata ‘sahabat’ membuatku terdiam. Aku tahu rasa cemburu ini bukan hanya sebatas teman. Namun aku juga yakin hubungan kami tidak mungkin bisa lebih dari ini, karena Adit pasti tidak memiliki perasaan khusus terhadapku.
“Bukan…” kataku perlahan lalu kemudian terdiam, tidak sanggup untuk melanjutkan kalimat yang ada di pikiranku.
Dan sepertinya Adit berhasil menduga apa yang sebenarnya ingin aku katakan. Ia menatapku tak percaya sambil membuka mulutnya. Berusaha mengatakan sesuatu tapi tertahan.
“Lin, lo… sama gue… itu…” kata Adit terbata-bata.
Ditatap begitu oleh Adit tentu saja aku semakin salting. Karena tidak tahan lagi aku pun langsung membalikkan badan dan menutup pintu di hadapan Adit, meninggalkannya sendirian di luar. Sebenarnya ini adalah langkah yang bodoh, melarikan diri dari Adit di saat seperti ini sama saja dengan mengakui bahwa aku menyukainya. Duh, bagaimana selanjutnya, nih?
***
“Linnn, bangun dong, udah siang, nih!” teriak Bunda dari dapur. Aroma nasi goreng langsung tercium hingga ke kamar tidurku.
Sekarang memang sudah siang dan aku masih saja bermalas-malasan di tempat tidur. Untung saja hari ini adalah hari Sabtu, jadi aku tidak perlu menemui Adit, deh. Setelah kejadian semalam, aku sama sekali belum berhubungan dengan Adit. Padahal biasanya, Adit akan selalu mengajakku jogging setiap Sabtu pagi. Namun, ponselku sama sekali belum bergetar sejak semalam.
Apa Adit berniat menghindariku? Apakah setelah mengetahui perasaanku Adit justru takut? Ya, wajar saja, sih. Sahabat terbaiknya tiba-tiba saja menyukainya ketika ia sedang dekat dengan wanita lain. Mungkin Adit lebih memilih Megan dibanding harus merusak persahabatan kami. Tapi aku pun tidak yakin apakah aku bisa bersikap normal lagi ke Adit.
Di saat aku semakin hanyut dalam lamunan, aroma nasi goreng buatan Bunda yang sangat menggugah selera ini kembali menyadarkanku. Ya sudahlah, memikirkan soal Adit-nya nanti saja saat masuk kerja. Lebih baik aku makan sekarang, setelah itu menonton film di Netflix sepuasnya. Yang penting aku harus bisa melepas Adit dari pikiranku!
“Giliran makanan udah matang aja kamu baru turun, Lin,” sapa Bunda saat melihatku memasuki dapur. Mendengar ucapannya aku hanya bisa terkekeh.
“Mumpung libur nggak apa-apa lah, Bun,” ucapku sambil mengambil dua sendok nasi goreng ke piring lalu duduk di meja makan bersama Bunda. Kami pun menyantap nasi goreng dengan lahap. Hari ini memang hanya ada aku dan Bunda di rumah, kebetulan Ayah sedang dinas di luar kota sejak tiga hari yang lalu.
“Duh, Bunda bikinnya kebanyakan, nih. Kamu panggil Adit aja, suruh ke sini makan nasi goreng,” kata Bunda setelah kami selesai makan.
“NGGAK USAH!” teriakku nyaring, membuat Bunda kaget.
“Kenapa, sih? Jangan teriak-teriak gitu, Lin,” kata Bunda sambil menggelengkan kepala lalu menyuruhku untuk membereskan peralatan makan dan pergi meninggalkan dapur. Huh, coba kalau Bunda tahu, ucapku dalam hati.
Ketika sedang asyik mencuci piring, tiba-tiba terdengar bunyi bel pintu depan berbunyi. Siapa, sih? Kayaknya minggu ini aku belum belanja online, deh. Aku pun bergegas mengelap tangan dan membuka pintu depan. Yup, seperti yang sudah kalian duga, pria yang selalu ada di pikiranku selama beberapa minggu ini, saat ini sedang berdiri di hadapanku dengan menampilkan senyuman lebar yang membuatnya terlihat semakin manis.
“…Adit?”
“Lin, sibuk nggak?” tanya Adit masih dengan senyuman di bibirnya. Ekspresinya berbeda sekali dengan semalam, kini ia terlihat lebih rileks.
“Hmm… sibuk,” jawabku berbohong, please aku belum mau bersama Adit hari ini.
“Ah, masa? Padahal gue mau ngajak lo main ke luar. Ada yang mau gue omongin sama lo,”
Duh, gawat, Adit mau ngomongin apa, ya? Apa aku akan dicampakkan saat ini juga? Apakah Adit sudah resmi dengan Megan dan mau pamit ke aku? Pikiranku kembali melayang ke mana-mana.
“Ngomong aja di sini, gue banyak rencana hari ini,” jawabku berusaha terlihat tenang, padahal jantung sudah berdegup kencang dari tadi.
Adit pun sempat menimbang-nimbang sebentar lalu berkata, “Hmm… oke. Dengerin baik-baik, ya,” kata Adit sebelum memulai inti pembicaraannya.
“Kalau gue lihat dari gerak-gerik lo belakangan ini yang selalu nanyain hubungan gue sama Megan, menghindari gue, dan kecemburuan lo semalam, gue menyimpulkan kalau lo suka sama gue. Jujur, gue kaget karena gue nggak pernah nyangka lo bakal punya perasaan ini ke gue. I mean, kita udah temenan dari bontot. Gila, ya,” kata Adit sebelum mengambil napas panjang. Belum sempat aku mengatakan sesuatu, Adit sudah keburu mengangkat tangannya dan menghentikanku.
“Bentar, gue belum selesai. Gue tahu lo pasti takut dan berusaha menutupi perasaan lo. Lo pasti mengira kalau gue udah bahagia sama Megan. Tapi… itu salah, Lin. Gue nggak ada apa-apa sama Megan.”
Adit pun diam menatapku. Kali ini ia memang menunggu balasanku. Namun aku perlu waktu untuk mencerna perkataan terakhir Adit. Tunggu dulu, Adit nggak ada apa-apa sama Megan? Lho, terus dari kemarin itu apa dong?
Menyadari aku hanya diam saja, Adit pun kembali menghela napas dan mulai berbicara lagi.
“Awalnya gue memang berusaha deketin Megan dan dia memang bikin gue nyaman. Tapi semakin gue deketin Megan, semakin gue sadar kalau sebenarnya memang bukan dia yang ada di hati gue. Asal lo tahu Lin, gue sebenarnya udah suka sama lo sejak kuliah.”
“Makanya, gue jarang deketin wanita lain karena perasaan gue selalu menuju ke lo. Gue berusaha menutupinya karena gue sadar kalau lo memang hanya menganggap gue sebagai teman. Dan sebelumnya lo juga lagi dekat sama pria lain.”
“Lho, tapi kemarin gue lihat lo deket banget sama Megan, sampai pegangan tangan dan pelukan segala,” akhirnya aku berhasil mengatakan sesuatu. Perkataan Adit barusan benar-benar tak disangka olehku.
“Hah? Oh, yang di Plaza Senayan? Lo ngikutin gue, ya? Hahaha justru di situ gue bilang semuanya ke Megan. Untungnya dia mengerti, jadi kita memutuskan untuk temenan aja, deh. Jadi istilahnya, saat itu tuh ‘perpisahan’ gitu deh sama Megan,” kata Adit mencoba meyakinkan.
“Nah, karena sekarang gue udah tahu perasaan lo, gue nggak mau menutupi lagi. Gue suka sama lo, Lin. Always.”
Wow, gila. Semua informasi ini terlalu banyak dan terlalu cepat untuk dicerna dalam waktu singkat. Adit menyukaiku sejak kuliah? Kenapa aku tidak pernah sadar? Dan ternyata Adit juga tidak ada hubungan dengan Megan. Jadi, semua dugaanku itu salah. Ya ampun, Linda.
“Hmm… jadi kita sekarang apa dong, Dit?” tanyaku bingung sambil tersipu-sipu.
“Ya, gitu, deh. Jalanin aja kayak biasanya. Yang penting perasaan kita udah sama. Ini gue nggak disuruh masuk, nih? Pegel tahu berdiri terus.”
Aku pun tertawa mendengarnya, memang sudah cukup lama kami berdiri di depan pintu. Haaah, rasanya lega sekali karena semua berjalan lancar. Aku pun mempersilakan Adit masuk dan mengajaknya menonton film, salah satu rutinitas kami setiap hari libur. Sepertinya aku dan Adit akan tetap bersikap sama seperti sebelumnya, namun bedanya kini kami adalah teman tapi sayang. Rasa sayang yang tidak akan kami sembunyikan lagi. Kita lihat saja nanti kelanjutannya, yang penting hari ini aku benar-benar bahagia.
***
Image: Pinterest, We Heart It
AM
Fun Read